Thursday, February 19, 2009

MUI Minta Dukun Ponari Segera Di Tutup

JOMBANG - Antusiasme warga yang berlebihan terhadap praktik pengobatan dukun cilik Ponari menimbulkan keprihatinan bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jombang
. Lembaga yang berisi para kiai sepuh dari berbagai pondok pesantren di Jombang itu berpendapat, praktik Ponari yang dibuka kembali berpotensi mengultuskan batu tersebut serta lebih menyebabkan kemudaratan daripada kemanfaatan.

''Setelah kita menelaah fenomena itu, tampaknya, ada aspek akidah yang berkembang sehingga tingkat mudaratnya lebih tinggi,'' cetus Ketua MUI Jombang KH Cholil Dahlan.

Menurut kiai dari Ponpes Darul Ulum itu, seperti yang tertuang dalam seruan dan pemikiran MUI tentang fenomena Ponari, kondisinya kini makin mengkhawatirkan. Sedangkan tingkat kemanfaatannya lebih sedikit karena banyak pasien yang tidak berhasil disembuhkan. ''Karena itu, praktik Ponari seyogianya ditutup. Apabila dibuka, harus ada aturan yang bisa meminimalkan mudaratnya,'' tegas Kiai Cholil.

MUI Jombang telah mengirim utusan dari bidang fatwa untuk bertandang ke lokasi praktik Ponari. Hasil penelusuran itu diperkuat dengan laporan hasil penelitian dewan pimpinan MUI Kecamatan Megaluh pada Sabtu (7/2) lalu.

Penjelasan senada juga disampaikan Sekretaris MUI Jombang KH A. Junaidi Hidayat. Menurut dia, secara tidak disadari, kepercayaan yang berlebihan terhadap batu itu mengakibatkan masyarakat terjebak pada perbuatan syirik.

Dalam analisis MUI, papar Junaidi, ada dua aspek yang mendorong MUI merekomendasikan penutupan praktik dukun tiban tersebut. Yakni, aspek akidah yang menjebak masyarakat pada bentuk kesyirikan karena menyekutukan Allah sebagai pencipta alam semesta. Serta, aspek sosial yang terlihat pada terganggunya kenyamanan warga sekitar dan keluarga Ponari. Terganggunya kenyamanan itu juga dirasakan warga lain di lokasi praktik ala Ponari yang bermunculan di tempat lain.

Selain menyebabkan Ponari tidak bisa lagi bersekolah, kondisi saat ini justru mengarah kepada eksploitasi anak sehingga kondisi kesehatan Ponari tidak dipertimbangkan. ''Banyak faktor, karena itu, Pemkab Jombang harus secepatnya mengatur dengan memfasilitasi aturan hak dan kewajiban Ponari secara tertulis agar tidak terjadi konflik antara keluarga dan panitia,'' tegas pengasuh Ponpes Al Aqobah Diwek itu.

Terkait sistem pengaturan pengobatan tersebut, MUI menganjurkan kepada panitia agar selama pengobatan berlangsung selalu diawali dengan bacaan basmalah dan kalimat syahadat. Kemudian, pelaksanaan pengobatan diatur sedemikian rupa agar tidak menimbulkan korban jiwa dan tingkat mudarat yang lebih besar.

Tabiat Ponari Berubah

Sementara itu, perubahan perilaku pada diri Muhammad Ponari, 10, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, mulai terlihat. Kini tingkahnya terlihat nakal dan arogan, jauh dari tingkah polah anak-anak pada umumnya.

Selain bisa berbuat semaunya, dia juga terkesan tidak hormat atau sungkan lagi kepada orang tua di sekitarnya. Contoh kecil, memukul atau menampar orang lain, bahkan menginjak-injak meja kerja seorang Kapolsek.

Dari kacamata psikolog, hal itu merupakan dampak berbagai tekanan yang dialami selama ''bekerja" sebagai dukun cilik. ''Tekanan itu berakibat pada degradasi kepribadian sehingga rasa sopannya berangsur hilang," ujar Denok Wigati, dosen Fakultas Psikologi, Universitas Darul Ulum, Jombang.

Menurut Denok, hal itu merupakan imbas perilaku orang-orang di sekitarnya. Sejak dipercaya mampu menyembuhkan penyakit dengan media batu, Ponari seakan-akan didewakan. Tidak ada orang, keluarga sekalipun, yang tidak menuruti kemauan Ponari.

Mungkin, mereka khawatir jika ngambek, Ponari tidak akan mau mengobati lagi. Berbagai perlakuan istimewa itu membuat dia merasa superior.

Meski Ponari berbuat nakal, tidak ada yang memarahi. Praktis, tingkah polahnya pun semakin arogan. ''Padahal, masih sebulan praktik, sudah ada perubahan perilaku seperti itu," ujar Denok prihatin.

Dia juga menyayangkan terus dibukanya tempat praktik itu. Meski panitia sudah membatasi 5.000 pengunjung sehari, nyatanya, Ponari belum juga bisa sekolah atau bebas bermain.

Untuk sekadar bermain pun, dia masih melakukannya sambil ''bekerja". Padahal, menurut Denok, belum saatnya bocah seusia Ponari itu bekerja. Idealnya, Ponari hanya memiliki dua tugas -bermain dan belajar- yang porsinya hampir fifty-fifty.

Selama pengobatan pun, Ponari lebih banyak bermain sendiri. Misalnya, bermain ponsel atau pistol mainan di tangan kiri, sementara tangan kanannya dikendalikan orang lain untuk mencelupkan batu ke gelas atau tempat air yang dibawa pasien. Ketika bermain di dalam rumah pun, hanya beberapa anak yang boleh menemani.

Padahal, lanjut Denok, bermain bersama teman-teman sebaya akan membantu membentuk kepekaan sosial. Misalnya, lebih menghargai orang lain atau lebih taat kepada aturan. Jika kondisi itu dibiarkan terus, Denok khawatir kepribadian nakal Ponari tersebut akan terbawa hingga dewasa.

Tidak tertutup kemungkinan, Ponari akan mengesampingkan pendidikan dan lebih mengutamakan mata pencarian. Namun, Denok menampik bahwa aktivitas (pengobatan) yang monoton itu akan membuat Ponari stres atau depresi. ''Saya rasa -dan semoga saja- tidak. Karena di saat sibuk pun, dia masih menyempatkan diri untuk bermain," ujarnya

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentar teman-teman buat blog belajar ini...

PageRank 100 Blog Indonesia Terbaik
Widget edited by kanigoropagelaran
top