JEDDAH - Menyertai penggunaan paspor hijau bagi jamaah haji Indonesia, pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem baru pemeriksaan di bandara. Selain dokumennya diperiksa secara teliti, semua jamaah haji pria diambil sidik jari dan difoto. Jamaah perempuan hanya menjalani pemeriksaan dokumen
.
Berdasar pengamatan Jawa Pos, pemeriksaan model baru tersebut membutuhkan waktu cukup lama. Untuk seorang jamaah, ada yang diperiksa hingga lima menit. Bahkan, banyak yang lebih dari lima menit. Padahal, belum semua pintu dioperasikan. Di Bandara King Abdul Aziz (KAA), di antara 12 pintu yang direncanakan, baru dioperasikan lima unit.
Bandara KAA baru saja direnovasi, termasuk terminal kedatangan jamaah haji. Pemerintah Indonesia sudah jauh hari meminta agar renovasi gate itu diselesaikan sebelum jadwal kedatangan jamaah haji. Namun, kenyataannya, hingga kini belum selesai seluruhnya.
Di bagian lain, di Bandara Abdul Malik Abdul Aziz (AMAA) tidak ada masalah pintu masuk. Meski demikian, pemeriksaan tetap membutuhkan waktu lama. ''Pemeriksaan dokumen haji sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah Arab Saudi. Meski demikian, jika terjadi kemacetan, kami akan mengusulkan kepada pemerintah Arab Saudi untuk melakukan langkah yang efektif,'' kata Pjs Dubes RI untuk Arab Saudi Sukanto.
Jamaah yang tiba paling awal di Bandara AMAA berasal dari DKI Jakarta. Pesawat mendarat pukul 13.04 kemarin waktu setempat. Para jamaah disambut Kuasa Usaha Ad Interim Duta Besar Arab Saudi Riyadh Sukanto, Kepala Daerah Kerja Madinah H Cepi Supriatna, para pimpinan Muassasah Adilla atau para pengurus jamaah haji di Madinah, dan para panitia penyelenggara haji Daerah Kerja Madinah.
Tidak ada penjelasan tentang perubahan pelaksanaan pemeriksaan bagi jamaah haji tahun ini. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia sudah menanyakan hal itu. Namun, tak ada jawaban. Yang jelas, aturan tersebut telah tertulis dalam Ta'limatul Haj (semacam Undang-undang Haji) Arab Saudi tentang penggunaan paspor internasional dalam pelaksanaan haji.
Sebuah sumber menyebutkan, penggunaan paspor hijau, pemeriksaan sidik jari, dan pemotretan bagi jamaah laki-laki merupakan bagian dari prosedur keamanan. Sebab, hanya mobilitas orang yang menggunakan paspor internasional yang dapat dipantau secara internasional. Khususnya berkaitan dengan perang melawan terorisme yang dicanangkan Amerika Serikat. Penggunaan paspor khusus haji berwarna cokelat tidak terpantau secara internasional.
Akibat pemeriksaan yang semakin ketat, jamaah haji tidak bisa segera keluar dari bandara. Pemeriksaan satu kloter di Madinah membutuhkan waktu lima hingga tujuh jam.
Padahal, sebelumnya, pemeriksaan Jawazat paling lama memakan waktu tiga jam. Untuk mengurangi lamanya pemeriksaan, petugas Saudi memperlonggar pemeriksaan barang, tidak secara manual, tapi cukup menggunakan pemeriksaan X-ray.
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIHI) hanya melakukan langkah antisipasi. Misalnya, memberikan bekal makanan kepada jamaah yang turun dari pesawat. Karena menunggu waktu yang lama, jamaah dibekali makanan yang cukup agar tidak kelaparan. Selain itu, setiba di pemondokan, jamaah langsung mendapatkan konsumsi.
Antisipasi panitia di Jedah juga sama. Mestinya jatah makanan setelah turun dari pesawat hanya sekali. Yaitu, di bus. Namun, apabila pemeriksaan membutuhkan waktu lama dan jamaah harus diberi makan dua kali, panitia bisa mengatasi. Kemarin jamaah cukup diberi makanan di bus seperti yang direncanakan. ''Itu tidak masalah,'' kata Konsul Haji Konsulat Jenderal RI M. Syairozi Dimyati.
Sementara itu, transportasi sudah disediakan pemerintah Arab Saudi. Jumlahnya tak terbatas. Karena itu, tidak ada kekhawatiran jamaah keleleran karena kekurangan kendaraan.
Siapkan Fisik Prima
Para calon jamaah haji Indonesia yang akan mendarat di Bandara King Abdul Aziz (KAA) harus menyiapkan kondisi fisik yang prima. Sebab, setelah menempuh perjalanan udara sembilan jam, mereka harus menempuh perjalanan darat sembilan jam dengan bus. Jamaah itu langsung dibawa ke Madinah.
Perjalanan Jedah-Madinah memakan waktu delapan jam. Kalau ditambah perjalanan dari asrama haji ke bandara, keberangkatan, dan masa tunggu di bandara, para jamaah nyaris menghabiskan waktu 24 jam perjalanan.
Lantaran para jamaah yang mendarat di Jedah harus menempuh perjalanan yang sangat panjang, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daker Jedah menyiagakan 18 tenaga kesehatan. Masing-masing empat dokter spesialis, delapan perawat, dan lainnya apoteker. ''Bila ada anggota jamaah yang sakit parah, akan dirujuk ke rumah sakit pemerintah Arab Saudi,'' kata Kasektor Kesehatan Daerah Kerja Jedah dr Hasto Nugroho.
Sampai di Madinah, mereka langsung bergabung dengan jamaah lain yang mendarat di Bandara Abdul Malik Abdul Aziz (AMAA). Mereka ditampung di pondokan-pondokan di markaziah di sekeliling Masjid Nabawi dan non- markaziah. Pemondokan non-markaziah itu juga tak terlalu jauh. Jaraknya dengan Masjid Nabawi hanya sekitar 750 meter.
Jamaah yang mendarat di Jedah berasal dari Jateng, Kaltim, Sulsel, Kalsel, dan Aceh. Sedangkan yang mendarat di Madinah berasal dari Jambi, Jatim, Jabar, dan Sumut. Rombongan pertama yang mendarat di Jedah berasal dari Jateng. Menurut jadwal, mereka tiba pukul 15.30 waktu Arab Saudi atau 19.30 WIB. Sedangkan yang mendarat di Madinah pertama berasal dari DKI pukul 13.55 waktu setempat atau 17.55 WIB.
Mereka yang sakit ringan cukup diobati dokter yang disiagakan. Obat-obatannya sudah disiapkan dan dibawa tim kesehatan kloter sampai ke tempat tujuan.
Para jamaah yang masuk pemberangkatan kelompok pertama akan berada di Madinah delapan hari dan 12 jam. Mereka diberi kesempatan melaksanakan salat Arbain (salat wajib berjamaah 40 waktu berturut-turut), berziarah ke makam nabi, ke Masjid Kuba, Masjid Kiblatain, Jabal Uhud, dan berziarah ke makam-makam para syuhadak Perang Uhud.
Menurut Wakadaker Madinah Harsyad Hidayat, mereka yang tinggal di luar markaziah mendapat uang pengembalian 100 real (Rp 250.000). Padahal, mereka tak perlu naik angkutan ke Masjid Nabawi. Mereka cukup berjalan kaki sambil shopping window atau berbelanja di toko-toko sekitar Masjid Nabawi.
Selama di Madinah, jamaah diberi makan dua kali sehari. Masing-masing siang dan malam. Jamaah diminta segera memakan makanan yang sudah dihidangkan. Sebab, makanan hanya tahan dua jam sejak dihidangkan atau enam jam sejak dikirimkan oleh perusahaan katering.
Di Madinah disiapkan 12 katering untuk melayani seluruh jamaah. Menurut inspeksi PPIH, semua katering itu siap melaksanakan tugas sesuai dengan butir-butir kesepakatan dalam kontrak. Mereka telah menyediakan tempat persediaan sayur, buah, tempat penyimpanan makanan, tempat pembuangan sampah, dan tempat memasak.
Kepala Seksi Sanitasi dan Surveilence Ika Muhirya mengatakan, para jamaah diimbau segera memakan makanan yang telah dihidangkan untuk menghindari keracunan. Menurut pengalaman tahun-tahun sebelumnya, jamaah yang keracunan disebabkan memakan makanan yang basi. Basinya bukan disebabkan perusahaan katering, melainkan perilaku jamaah. Ada yang senang menyimpan makanan
Berdasar pengamatan Jawa Pos, pemeriksaan model baru tersebut membutuhkan waktu cukup lama. Untuk seorang jamaah, ada yang diperiksa hingga lima menit. Bahkan, banyak yang lebih dari lima menit. Padahal, belum semua pintu dioperasikan. Di Bandara King Abdul Aziz (KAA), di antara 12 pintu yang direncanakan, baru dioperasikan lima unit.
Bandara KAA baru saja direnovasi, termasuk terminal kedatangan jamaah haji. Pemerintah Indonesia sudah jauh hari meminta agar renovasi gate itu diselesaikan sebelum jadwal kedatangan jamaah haji. Namun, kenyataannya, hingga kini belum selesai seluruhnya.
Di bagian lain, di Bandara Abdul Malik Abdul Aziz (AMAA) tidak ada masalah pintu masuk. Meski demikian, pemeriksaan tetap membutuhkan waktu lama. ''Pemeriksaan dokumen haji sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah Arab Saudi. Meski demikian, jika terjadi kemacetan, kami akan mengusulkan kepada pemerintah Arab Saudi untuk melakukan langkah yang efektif,'' kata Pjs Dubes RI untuk Arab Saudi Sukanto.
Jamaah yang tiba paling awal di Bandara AMAA berasal dari DKI Jakarta. Pesawat mendarat pukul 13.04 kemarin waktu setempat. Para jamaah disambut Kuasa Usaha Ad Interim Duta Besar Arab Saudi Riyadh Sukanto, Kepala Daerah Kerja Madinah H Cepi Supriatna, para pimpinan Muassasah Adilla atau para pengurus jamaah haji di Madinah, dan para panitia penyelenggara haji Daerah Kerja Madinah.
Tidak ada penjelasan tentang perubahan pelaksanaan pemeriksaan bagi jamaah haji tahun ini. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia sudah menanyakan hal itu. Namun, tak ada jawaban. Yang jelas, aturan tersebut telah tertulis dalam Ta'limatul Haj (semacam Undang-undang Haji) Arab Saudi tentang penggunaan paspor internasional dalam pelaksanaan haji.
Sebuah sumber menyebutkan, penggunaan paspor hijau, pemeriksaan sidik jari, dan pemotretan bagi jamaah laki-laki merupakan bagian dari prosedur keamanan. Sebab, hanya mobilitas orang yang menggunakan paspor internasional yang dapat dipantau secara internasional. Khususnya berkaitan dengan perang melawan terorisme yang dicanangkan Amerika Serikat. Penggunaan paspor khusus haji berwarna cokelat tidak terpantau secara internasional.
Akibat pemeriksaan yang semakin ketat, jamaah haji tidak bisa segera keluar dari bandara. Pemeriksaan satu kloter di Madinah membutuhkan waktu lima hingga tujuh jam.
Padahal, sebelumnya, pemeriksaan Jawazat paling lama memakan waktu tiga jam. Untuk mengurangi lamanya pemeriksaan, petugas Saudi memperlonggar pemeriksaan barang, tidak secara manual, tapi cukup menggunakan pemeriksaan X-ray.
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIHI) hanya melakukan langkah antisipasi. Misalnya, memberikan bekal makanan kepada jamaah yang turun dari pesawat. Karena menunggu waktu yang lama, jamaah dibekali makanan yang cukup agar tidak kelaparan. Selain itu, setiba di pemondokan, jamaah langsung mendapatkan konsumsi.
Antisipasi panitia di Jedah juga sama. Mestinya jatah makanan setelah turun dari pesawat hanya sekali. Yaitu, di bus. Namun, apabila pemeriksaan membutuhkan waktu lama dan jamaah harus diberi makan dua kali, panitia bisa mengatasi. Kemarin jamaah cukup diberi makanan di bus seperti yang direncanakan. ''Itu tidak masalah,'' kata Konsul Haji Konsulat Jenderal RI M. Syairozi Dimyati.
Sementara itu, transportasi sudah disediakan pemerintah Arab Saudi. Jumlahnya tak terbatas. Karena itu, tidak ada kekhawatiran jamaah keleleran karena kekurangan kendaraan.
Siapkan Fisik Prima
Para calon jamaah haji Indonesia yang akan mendarat di Bandara King Abdul Aziz (KAA) harus menyiapkan kondisi fisik yang prima. Sebab, setelah menempuh perjalanan udara sembilan jam, mereka harus menempuh perjalanan darat sembilan jam dengan bus. Jamaah itu langsung dibawa ke Madinah.
Perjalanan Jedah-Madinah memakan waktu delapan jam. Kalau ditambah perjalanan dari asrama haji ke bandara, keberangkatan, dan masa tunggu di bandara, para jamaah nyaris menghabiskan waktu 24 jam perjalanan.
Lantaran para jamaah yang mendarat di Jedah harus menempuh perjalanan yang sangat panjang, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daker Jedah menyiagakan 18 tenaga kesehatan. Masing-masing empat dokter spesialis, delapan perawat, dan lainnya apoteker. ''Bila ada anggota jamaah yang sakit parah, akan dirujuk ke rumah sakit pemerintah Arab Saudi,'' kata Kasektor Kesehatan Daerah Kerja Jedah dr Hasto Nugroho.
Sampai di Madinah, mereka langsung bergabung dengan jamaah lain yang mendarat di Bandara Abdul Malik Abdul Aziz (AMAA). Mereka ditampung di pondokan-pondokan di markaziah di sekeliling Masjid Nabawi dan non- markaziah. Pemondokan non-markaziah itu juga tak terlalu jauh. Jaraknya dengan Masjid Nabawi hanya sekitar 750 meter.
Jamaah yang mendarat di Jedah berasal dari Jateng, Kaltim, Sulsel, Kalsel, dan Aceh. Sedangkan yang mendarat di Madinah berasal dari Jambi, Jatim, Jabar, dan Sumut. Rombongan pertama yang mendarat di Jedah berasal dari Jateng. Menurut jadwal, mereka tiba pukul 15.30 waktu Arab Saudi atau 19.30 WIB. Sedangkan yang mendarat di Madinah pertama berasal dari DKI pukul 13.55 waktu setempat atau 17.55 WIB.
Mereka yang sakit ringan cukup diobati dokter yang disiagakan. Obat-obatannya sudah disiapkan dan dibawa tim kesehatan kloter sampai ke tempat tujuan.
Para jamaah yang masuk pemberangkatan kelompok pertama akan berada di Madinah delapan hari dan 12 jam. Mereka diberi kesempatan melaksanakan salat Arbain (salat wajib berjamaah 40 waktu berturut-turut), berziarah ke makam nabi, ke Masjid Kuba, Masjid Kiblatain, Jabal Uhud, dan berziarah ke makam-makam para syuhadak Perang Uhud.
Menurut Wakadaker Madinah Harsyad Hidayat, mereka yang tinggal di luar markaziah mendapat uang pengembalian 100 real (Rp 250.000). Padahal, mereka tak perlu naik angkutan ke Masjid Nabawi. Mereka cukup berjalan kaki sambil shopping window atau berbelanja di toko-toko sekitar Masjid Nabawi.
Selama di Madinah, jamaah diberi makan dua kali sehari. Masing-masing siang dan malam. Jamaah diminta segera memakan makanan yang sudah dihidangkan. Sebab, makanan hanya tahan dua jam sejak dihidangkan atau enam jam sejak dikirimkan oleh perusahaan katering.
Di Madinah disiapkan 12 katering untuk melayani seluruh jamaah. Menurut inspeksi PPIH, semua katering itu siap melaksanakan tugas sesuai dengan butir-butir kesepakatan dalam kontrak. Mereka telah menyediakan tempat persediaan sayur, buah, tempat penyimpanan makanan, tempat pembuangan sampah, dan tempat memasak.
Kepala Seksi Sanitasi dan Surveilence Ika Muhirya mengatakan, para jamaah diimbau segera memakan makanan yang telah dihidangkan untuk menghindari keracunan. Menurut pengalaman tahun-tahun sebelumnya, jamaah yang keracunan disebabkan memakan makanan yang basi. Basinya bukan disebabkan perusahaan katering, melainkan perilaku jamaah. Ada yang senang menyimpan makanan
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentar teman-teman buat blog belajar ini...