Friday, March 27, 2009

Timbul Tak Lagi Timbul di Pentas Lawak



Jakarta - Pelawak senior Timbul yang identik dengan grup lawak legendaris Srimulat, kemarin meninggal dunia. Pria 66 tahun yang belakangan kian jarang tampil itu kini tak akan bisa tampil lagi untuk selamanya. Bagaimana hari-hari menjelang kematiannya?




SATU keistimewaan Timbul setiap kali tampil di panggung: gayanya sering diulang, tapi tetap saja lucu. Salah satu yang sangat khas adalah gayanya menunjuk, kemudian jari telunjuknya nyasar ditusukkan ke matanya.

Yang juga tak bisa lupa dari orang yang pernah menontonnya beraksi di panggung adalah gayanya dalam sebuah dialog yang kerap menyelipkan kata-kata "akan tetapi" atau "maka dari itu". Gayanya sangat khas ketika melafalkan kata-kata itu. Sehingga, meski sering diulang, membuatnya tetap saja lucu.

Yang juga khas penampilan pria yang mendapat gelar bangsawan dari Keraton Solo sehingga namanya menjadi Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Timbul Haryodipuro itu adalah gayanya ketika adegan membaca surat. Setiap kali dia membaca surat, selalu ada kalimat, "Yang bertanda tangan di bawah ini." Setelah mengucapkan kalimat itu, matanya longak-longok seperti mencari sesuatu di bawah surat. Maksudnya, dia ingin mencari siapa yang tanda tangan, seperti dimaksud dalam kalimat, "yang bertanda tangan di bawah ini."

Kini gaya-gaya lawakan seperti itu sudah tidak ada lagi. Sebab, yang punya gaya kemarin sekitar pukul 13.00 menghadap Sang Khalik akibat digerogoti sejumlah penyakit kronis.

Sebelum mengembuskan napas yang terakhir, pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 26 Desember 1942 dan bernama asli Timbul Suhardi itu sempat menjalani perawatan selama 71 hari di Rumah Sakit Pelni, Petamburan, Jakarta Barat. ''Bapak sudah hampir 71 hari atau kurang lebih dua bulan dirawat di RS Pelni," kata Teguh Sunardi, 47, putra kedua Timbul, saat ditemui Jawa Pos di rumah duka di gang sempit di kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat.

Berdasarkan diagnosis dokter, suami Sukarti itu mengalami komplikasi penyakit diabetes, tumor otak, dan infeksi paru-paru. ''Bapak sudah dua kali operasi dan lima kali menjalani perawatan di ICU," jelas Teguh.

Meski perawatan yang dilakukan pihak rumah sakit sangat bagus dan intensif, kondisi tubuh salah satu pencetus acara Ketoprak Humor di salah satu televisi swasta itu tetap saja labil. Kadang kondisi kesehatannya membaik, kadang pula memburuk.

Akhirnya, pelawak senior yang tergabung dengan grup lawak Srimulat pada 1979 dan sempat naik pangkat menjadi sutradara Srimulat pada 1983 itu mulai bosan dengan kondisi di rumah sakit.

Almarhum kemudian memutuskan menghentikan perawatan terhadap dirinya. ''Sebelum meninggal, Bapak sudah nggak mau disakiti. Dia mengaku kepada saya, nggak mau diinfus atau disuntik jarum lagi," terang Teguh.

Pendiri Yayasan Paguyuban Kesenian Samiaji itu memilih pulang dan menjalani perawatan di rumah. ''Minggu malam (22/3) Bapak curhat ke aku. Dia minta pulang. Dia sudah nggak betah di rumah sakit," katanya.

Setelah berunding dengan keluarga dan mengurus administrasi, Senin (23/3) sekitar pukul 18.00 dengan menggunakan ambulans RS, pemeran film Bendi Keramat pada 1988 itu dibawa pulang. ''Pihak rumah sakit sudah menyetujui. Bahkan, kita masih menggunakan rawat jalan. Di rumah Bapak masih diinfus," tandasnya.

Namun, setelah sehari di rumahnya, perubahan mulai terlihat. Timbul tidak mau berbicara sepatah kata pun. Dia mulai tidak merespons siapa yang menjenguknya. Padahal, waktu itu kelima anak dan ketujuh cucunya berkumpul di rumah.

''Satu hari di rumah, kondisi Bapak mulai memburuk. Dia sudah tidak merespons kita lagi. Ketika kita cubit, dia sudah tidak merasa. Akhirnya meninggal," tutur Teguh dengan napas panjang.

Bapak dua anak itu mengaku, keluarga memang sudah memiliki firasat dan mengikhlaskan kepergian orang yang mereka cintai. Bagi mereka, selama hidup, Timbul selalu bahagia dan senang ketika melihat semua anaknya berkumpul. Namun, kali ini perasaan bingung dan lemas menghampiri semua anaknya. ''Kita semua merasa berbeda ketika berkumpul," ujarnya.

Sebagai seorang ayah, lanjut Teguh, Timbul merupakan sosok yang tegas dan profesional. Dirinya tidak pernah mencampuradukkan profesi sebagai seorang pelawak dan statusnya dalam menjalankan kehidupan rumah tangga. ''Dia seorang yang tegas. Kalau waktunya tertawa, ya tertawa. Kalau waktunya serius, dia pasti serius,'' tandasnya.

Di mata sesama pelawak, nama Timbul meninggalkan kesan tersendiri. Karena itu, sebelum meninggal, ketika mendengar Timbul dirawat di rumah sakit, para pelawak berencana menggalang dana untuk membantu Timbul.

Direncanakan, dalam acara penggalangan dana itu seluruh komedian berkumpul di Gedung Kesenian Jakarta, membuat pertunjukan besar-besaran dan seluruh keuntungannya untuk biaya pengobatan Timbul.

Menurut pelawak Eko DJ, pihaknya sebagai panitia bahkan sudah booking tempat dan mencetak undangan. "Yang tampil lengkap, mulai Srimulat, Wayang Orang Barata, anggota Ketoprak Humor, Ketoprak Guyonan campur tokoh, Mas Tukul, dan banyak lagi," jelasnya.

Ketua Umum Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Paski) Indro "Warkop" sangat berduka atas meninggalnya Timbul. "Beliau orangnya sederhana dan komitmen terhadap pekerjaannya," ucapnya.

Dulu, lanjut Indro, di saat Srimulat berjaya dia sering diajak bergabung, pentas bersama. "Saya belajar banyak dari beliau dan Mas Tarzan. Beliau adalah seniman komedi dan sesepuh," pujinya.

Dengan kepergian Timbul, satu per satu pelawak senior di Srimulat pergi tanpa ada penggantinya. Pelawak Srimulat lain, Tessy Kabul, mengatakan, regenerasi di Srimulat tidak berjalan secara semestinya. "Cita-cita Mas Timbul adalah Srimulat tetap berjaya, terus regenerasi," ujar Tessy.

Namun, dengan kondisi seperti sekarang ini, Tessy menambahkan, mungkin benar jika ada anggapan Srimulat akan mati, walaupun namanya tetap hidup. "Generasi penerusnya tidak ada," kata Tessy yang kemarin juga hadir di rumah duka.

Tukul, si pembawa acara di Bukan Empat Mata kemarin juga melayat. Kedatangannya sempat menarik perhatian warga di sekitar rumah Timbul. Sebab, dia datang mengendarai motor Honda Vario. Begitu helm dibuka, dan ternyata yang datang adalah Tukul, warga yang sempat melihat bersorak dan ada yang mengejar sekadar minta bersalaman. Selain Tukul, Ulfa Dwiyanti, Nunung, dan Kadir juga datang melayat.

Kepada wartawan, Tukul mengaku tidak akan pernah melupakan pelajaran sederhana, namun sangat berharga dari Timbul. "Belajar dari Pak Timbul, kalau lawakan itu harus mengerti mainan teman. Karena lawak itu bukan untuk sendiri. Aku selalu diingetin sama dia karena dia senior aku," ujarnya.

Soal sering dimarahi sehingga Timbul terkesan galak dirasa Tukul sebagai hal biasa. Tujuannya bukan benci, namun agar lawakannya semakin membaik. "Kalau galak sih biasa ya. Kalau salah harus diluruskan

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentar teman-teman buat blog belajar ini...

PageRank 100 Blog Indonesia Terbaik
Widget edited by kanigoropagelaran
top